Tauhid Asma’ wa Sifat adalah Dasar Ilmu Agama

Assalamu’alaikum. Pada Ahad, 13 Mei 2012 lalu, seperti biasa Ar-Rahman Quranic Learning (AQL) secara rutin melakukan kuliah dhuha di AQL Center di Tebet Utara, Jakarta Selatan. Kebetulan yang mengisi kuliah dhuha kemarin adalah saya. Dalam kesempatan kali ini, saya membahas mengenai Tauhid. Berikut rangkuman kuliah yang ditulis oleh sahabat kita, Muhammad Aly El-Bhoney.

 *****

 Sahabat dakwah yang dirahmati Allah swt, Tauhid asma’, sifat dan af’al, adalah ilmu yang paling agung , paling mulia dan paling besar. Tauhid merupakan ashlu (prinsip) agama. Semua ilmu mengikut pada ilmu ini dan sangat membutuhkannya. Oleh karena itu, barangsiapa mengenal Allah, maka akan mengenal lainnya. Dan barangsiapa tidak mengenal Rabb-nya, maka terhadap lainnya pun dia tidak lebih mengetahui. Allah berfirman:

 

 “Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah orang-orang yang fasik.(QS.Al-Hasyr :19)

 

Tauhid merupakan landasan utama bagi kita semua. Yang dimaksud dengan tauhid ini ialah mengesakan Allah  dengan seluruh nama dan sifat yang dimiliki-Nya. Keyakinan ini mengandung dua perkara:

  1. (الإثبات) Penetapan, yang dimaksud adalah menetapkan bagi Allah  seluruh nama dan sifat-Nya. Maka tidaklah kita menetapkan nama bagi Allah  kecuali dengan nama yang Allah  tetapkan bagi diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya . Demikian pula tidaklah kita menetapkan sifat bagi Allah  kecuali dengan sifat yang Allah  tetapkan bagi diri-Nya atau ditetapkan oleh Rasul-Nya.
  2.  (النفي) Peniadaan, yang dimaksud adalah meniadakan dari Allah  seluruh nama dan sifat yang telah ditiadakan oleh Allah  dan Rasul-Nya. Meniadakan pula semua penyerupaan dengan nama dan sifat makhluk. Jika ada keserupaan dari sisi asal makna kata namun hakikatnya tetaplah berbeda. Jadi, yang ditiadakan adalah keserupaan dari segala sisi, bukan pada sebagiannya.

 

Dalil syar’i penetapan dan peniadaan ini, di antaranya adalah firman Allah adalah :

 

“Hanya milik Allah nama-nama yang paling baik, maka berdoalah kepada-Nya dengan menyebut nama-nama itu, dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran mengenai nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan atas segala yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A’raf : 180)

 

Sahabat dakwah yang dimuliakan Allah swt, di antara definisi dari tauhid asma’ wa shifat terdiri dari tiga asas. Barangsiapa menyimpang darinya, maka ia tidak termasuk orang yang mengesakan Allah, dalam hal nama dan sifat-Nya. Ketiga asas itu adalah:

1. Meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan makhluk dan dari segala kekurangan.

2. Mengimani seluruh nama dan sifat Allah yang di sebutkan dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa mengurangi atau menambah-nambahi dan tanpa mengubah atau mengabaikannya.

3. Menutup keinginan untuk mengetahui kaifiyyah (kondisi) sifat-sifat itu.

 

Adapun asas yang pertama, yaitu meyakini bahwa Allah Maha Suci dari kemiripan dengan makhluk dalam segala sifat-sifat-Nya, dengan ini di dasarkan dalam firman Allah swt :

 “Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan-Nya.”(QS. Al-Ikhlash :4)

 

 “Maka janganlah kalian membuat perumpamaan-perumpamaan bagi Allah.”(QS. An-Nahl :74).

 

 

Di antara Tauhidullah asma’ wa shifat yang harus kita ketahui, dimana dapat merusak keimanan kita kepada Allah ini adalah :

1. Tasybih. Yaitu menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat Makhluk, seperti yang n orang Nasrani yang menyerupakan Al-Masih bin Maryam dengan Allah swt; orang Yahudi menyerupakan ‘Uzair dengan Allah; orang-orang musyrik menyerupakan patung-patung mereka dengan Allah; beberapa kelompok yang menyerupakan wajah Allah dengan wajah makhluk, tangan Allah dengan tangan makhluk, pendengaran Allah dengan pendengaran makhluk, Naudzubillah,dan lain sebagainya.

2. Tahrif. Artinya mengubah atau mengganti. Yakni mengubah lafadzh-lafadzh nama Allah dengan menambah atau mengurangi atau mengubah harakat I’rab-nya, atau merubah artinya, seperti  pengubahan kata dalam firman Allah” wa kallamallahu musa taklima”  menjadi “ wa kallamallaha. Dengan demikian, mereka bermaksud menafikan sifat kalam(berbicara) dari Allah swt.

3. Ta’thil (pengabaian, membuat tidak berfungsi). Yaitu menampik sifat Allah dan menyangkal keberadaanya pada dzat Allah swt. Semisal menampik kesempurnaan-Nya dengan cara membantah nama-nama & sifat-sifat Allah; tidak melakukan ibadah kepada-Nya, atau menampik sesuatu sebagai ciptaan Allah swt, seperti orang yang mengatakan bahwa makhluk-makhluk ini qadim (tidak berpermulaan dan menyangkal bahwa Allah telah menciptakan dan membuatnya).

4. Takyif (mengkondisikan) menentukan kondisi dan menetapkan esensinya.

 

Akhir kata, jadi janganlah lalai dari mengingat Allah, yang mengakibatkan persoalan diri dan hatinya melampau batas. Ilmu tentang Allah adalah pangkal semua ilmu. Ilmu juga merupakan pangkal ilmu pengetahuan seorang hamba tentang kebahagiaannya, kesempurnaanya, kemaslahatan dunia dan akhirat. Sedangkan jika tidak berilmu tentang Allah, mereka akan mengakibatkan kebodohan terhadap dirinya, kemaslahatan, kesempurnaannya, dan apa saja yang dapat membersihkan serta membahagiakan dirinya.

Saudaraku, memahami Allah, berarti kebahagiaan bagi seorang hamba. Sementara jika bodoh terhadap-Nya, berarti pangkal kebinasaan baginya. Mudah-mudahan kita semua tetap dalam lindungan Allah swt, dan selamat di dunia dan akhirat. Insya Allah. Amin ya Rabbal Alamin. (Muhammad Aly El-Bhoney)